I. Psikoterapi
Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi
merupakan salah satu keterampilan dasar yang perlu dimiliki oleh seorang
psikiater. Psikoterapi adalah kata yang meliputi setiap jenis terapi untuk
pikiran, bukan untuk bagian tubuh yang lain. Tetapi, ketika sebagian orang
mengucapkan kata itu, biasaya yang mereka maksud adallah terapi yang
digunakan oleh para psikiatris dan psikolog, bukan hal-hal yang lebih bersifat
alternatif seperti misalnya terapi tertawa atau terapi musik.
Tujuan Psikoterapi
Menurut
Ivey (dalam Gunarsa) tahun 1987 mengatakan Tujuan psikoterapi adalah
membuat sesuatu yang tidak saadar menjadi suatu yang disadari. Rekonstruksi
kepribadiannya dilakuka terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan
menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama. Di sisi lain Corey
(dalam Gunarsa) tahun 1991, menjelaskan tujuan psikoterapi dengan pendekatan
analisis adalah untuk membantu klien dalam menghidupkan kebali
pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja melalui konflik-konflik yang
ditekan melalui pemahaman intelektual. Sedangkan menurut Guze, Richeimer dan
Siegel (1997) menyebutkan psikoterapi sebagai berikut:
1.
Perawatan akut (intervensi krisis dan stabilisasi)
2.
Rehabilitasi (memperbaiki gangguan perilaku berat)
3.
Pemeliharaan (pencegahan keadaan memburuk jangka panjang)
4.
Restrukturisasi eningkatkan perubahan yang terus-menerus pada klien)
Unsur-unsur Psikoterapi
Menurut Masserman
(dalam Guze, Richeimer dan Siegel) ada tujuh “parameter pengaruh” yang mencakup
unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi, yaitu:
- Peran sosial (martabat) psikoterapis
- Hubungan (persekutuan terapeutik)
- Hak
- Retrospreksi
- Re-edukasi
- Rehabilitasi
- Resosialisasi dan rekapitulasi
Unsur-unsur
psikoterapeutik dapat dipilih untuk masing-masing pasien dan dimodifikasi
dengan berlanjutnya terapi.
PERBEDAAN ANTARA
PSIKOTERAPI DAN KONSELING
Adanya pengertian &
konsep yang tumpang tindih antara psikoterapi & konseling yang sulit
dihindari, maka dewasa ini kedua istilah ini seringkali muncul bersama. Namun
secara umum, perbedaannya dapat dilihat sebagai berikut :
Konseling |
Psikoterapi
|
< intensif
|
> intensif
|
preventif
|
Kuratif / reapartif
|
Fokus : edukasi,
vocational, perkembangan
|
Fokus : remedial
|
Setting : sekolah,
industri, social work,
|
Setting : rumah
sakit, klinik, praktek pribadi,
|
Jumlah intervensi <
|
Jumlah intervensi >
|
supportive
|
Rekonstructive
|
Penekanan “normal”
/ masalah ringan
|
Penekanan “disfungsi”
/ masalah berat
|
Short term
|
Long term
|
Pendekatan Psikoterapi Terhadap Mental
Illness
Pendekatan psikoterapi terhadap mental illness menurut J.P.
Chaplin, yaitu:
1.
Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
2.
Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
3.
Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
4.
Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.
II.
TERAPI PSIKOANALISIS
KONSEP DASAR TEORI PSIKOANALISIS
TENTANG KEPRIBADIAN
Konsep dasar teori psikoanalisis tentang kepribadian
Dalam hubungan terapeutik,
Sigmund Freud mengamati bahwa kata-kata yang diucapkan oleh bayak pasiennya
tidak logis, orientasinya mengenai waktu dan tempat tidak tepat, serta ”tidak
sebagaimana mestinya”. Jelas bagi Freu bahwa isi pikiran tidak mungkin berasal
dari kesadaran, tetapi harus berasal dari tingkat-tingkat mental dibawah alam
sadar. Ia menyimpulkan bahwa ada tiga macam kegiatan mental: ketidaksadaran
(alam tak sadar), keprasadaran (alam prasadar), dan kesadaran (alam sadar).
Dalam psikologi Freud, tiga tingkat kehidupan mental digunakan untuk
menunjukkan baik proses maupun tempat. Adanya tempat itu hanya merupakan
gagasan hipotesis dan dalam kenyataan tidak ada dalam tubuh.
Ketidaksadaran berupa sikap-sikap, perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang
ditekan, serta tidak dapat dikontrol oleh kemauan, hanya dengan susah payah
ditarik – kalau dapat – ke alam sadar, tidak terikat oleh huku-hukum logika dan
tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Isi dari ketidaksadaran ini mengontrol
pikiran dan perbuatan sadar individu. Dari pandangan ini, psikologi yang
membatasi diri pada analisis kesadaran sama sekali tidak cocok untuk memahami
motif-motif yang mendasari tingkah laku manusia.
Unsur-unsur Terapi
Psikoanalisis
1. Muncul Gangguan
Psikoterapi berupaya untuk memunculkan
penyebab masalah atau gangguan itu muncul melalui intervensi yang ditinjau dari
lingkungan, kepribadian, faktor ekonomi, afeksi, komunikasi interpesonal dan
lain sebagainya. Dengan usaha lebih mengenal penyebab gangguan itu muncul klien
dapat memperkuat diri agar terhindar dari resiko yang tinggi dengan modifikasi
interaksi terhdap lingkungannya.
2. Tujuan Terapi
Membentuk kembali struktur karakter
individu dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari didalam diri
klien Focus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa
anak-anak.
3. Peran Terapi
·
Membantu klien
dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan
hubungan personal dalam menangani
kecemasan secara realistis
·
Membangun
hubungan kerja dengan klien, dengan banyak mendengar dan
menafsirkan
·
Terapis
memberikan perhatian khusus pada penolakan klien
·
Mendengarkan
kesenjangan dan pertentangan pada cerita klien
Teknik-teknik Terapi Psikoanalisis
1. Asosiasi Bebas
Teknik utama terapi psikoanalitik adalah asosiasi bebas. Disini
klien diminta melaporkan segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut
bersama segala perasaan dan pikirannya. Klien diminta untuk mengatakan segala
sesuatu yang muncul dalam kesadarannya, seperti pikiran, harapan, dan
lain-lain, walaupun kelihatannya hal-hal tersebut tidak penting, tidak logis,
menyakitkan, ataupun menggelikan. Freud memikirkan bahwa asosiasi bebas ini
ditentukan oleh suatu sebab, bukan hal yang acak. Tugas analislah untuk melacak
asosiasi ini sampai kesumbernya dan mengidentifikasi suatu pola sebenarnya yang
tadinya hanya terlihat sebagai rangkaian kata yang tidak pasti. Terlepasnya
emosi yang kuat, yang selama ini ditekan pada situasi terapeutik inipun
kemudian disebut sebagai katarsis.
2. Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam meganalisis
asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan
tranferensi-transferensi. Prosedurnnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis
yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku
yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi,
dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran adalah mendorong
ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat penyingkapan bahan tak
sadar lebih lanjut. Penafsiran-penafsiran analisis menyebabkan pemahaman dan
tidak terhalangi bahan tak sadar pada pihak klien.
3. Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk
menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas
beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi
sebagai “jalan mengistimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu
hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari,
diungkapkan.
4. Analisis dan penafsiran resistensi
Resistensi merupakan sebuah konsep yang fundamental dalam
praktek psikoanalitik adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan
mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari. Sebagai pertahanan
terhadap kecemasan, resistensi bekerja secara khas dalam terapi psikoanalitik
dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk
memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketaksadaran klien.
5. Analisis dan penafsiran transferensi
Sama hal nya dengan resistensi, transferensi merupakan inti dari
terapi psikoanalitik. Analisis transferensi yang utama dalam psikoanalisis,
sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi.
Transference adalah saat pasien mengembangkan reaksi emosional keterapis. Hal
ini bisa saja dikarenakan pasien mengidentifikasi terapis sebagai seseorang
dimasa lalunya, misalnya orang tua atau kekasih. Disebut positive transference
apabila perasaan itu adalah perasaan saying atau kekaguman, serta negative
transference apabila perasaan ini mengandung permusuhan dan kecemburuan.
III.
TERAPI HUMANISTIK EKSISTENSIAL
KONSEP DASAR TEORI HUMANISTIK
EKSISTENSIAL TENTANG KEPRIBADIAN
a. Konsep Dasar Pandangan Humanistik tentang Kepribadian
Banyak sekali teori yang mengemukakan tentang kepribadian, akan tetapi dalam pembahasan makalah ini hanya akan membahas mengenai teori kepribadian Humanistic, Maslow, Dan Kelly. Dalam pandangan Humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Aliran Humanistik menyumbangkan arah yang positif dan optimis bagi pengembangan potensi manusia, disebut sebagai yang mengembalikan hakikat psikologi sebagai ilmu tentang manusia. Maslow menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi. Kelly meyakini bahwa tidak ada kebenaran yang objektif dan kebenaran yang mutlak absolut.
Teori humanistik berkembang sejak tahun 1950-an sebagai teori yang menentang teori-teori psikoanalisis dan behavioristik. Serangan humanistik terhadap dua teori ini, adalah bahwa kedua-duanya bersifat “dehumanizing” (melecehkan nilai-nilai manusia). Teori freud di kritik, karena memandang tingkah laku manusia didominasi atau ditentukan oleh dorongan yang bersifat primitif, dan animalistik (hewani). Sementara behavioristik dikritik, karena teori ini terlalu asyik denagn penelitiannya terhadap binatang, dan memganalisis kepribadian secara pragmentaris. Kedua teori ini dikritik, karena memandang manusia sebagai bidak atau pion yang tak berdya dikontrol oleh lingkungan dan masa lalu, dan sedikit sekali kemampuan untuk mengarahkan diri.
Teori humanistik dipandang sebagai “third force” (kekuatan ketiga) dalam psikologi, dan merupakan alternatif dari kedua kekuatan yang dewasa ini dominan (psikoanlisis dan behavioristik). Kekuatan ketiga ini disebut humanistik karena memiliki minat yang eksklusif terhadap tingkah laku manusia. Humanistik dapat diartikan sebagai “Orientasi eoritis yang menekankan kualitas manusia yang unik, khususnya terkait dengan free will (kemauan bebas) dan potensi untuk mengembangkan dirinya.
b. Unsur-Unsur Terapi
1. Munculnya Gangguan
Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
2. Tujuan Terapi
Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah:
a) Meluaskan kesadaran diri klien.
b) Meningkatkan kesanggupan pilihannya
.
3. Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
ü Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
ü Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
ü Mengakui sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
ü Berorientasi pada pertumbuhan
ü Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
ü Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
ü Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
ü Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
ü Bekerja kea rah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
c. Teknik-teknik terapi Humanistik
Kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa secara efektif menantang dan memahami klien. Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu:
1. Penerimaan
2. Rasa hormat
3. Memahami
4. Menentramkan
5. Memberi dorongan
6. Pertanyaan terbatas
7. Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
8. Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
9. Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna.
IV.
PERSON CENTERED THERAPY (ROGERS)
KONSEP DASAR PANDANGAN ROGERS
TENTANG KEPRIBADIAN
Carl Rogers paling
dikenal sebagai pencetus terapi yang berpusat pada pribadi (person-centered
therapy) Tidak seperti Freud yang pada dasarnya merupakan seorang pakar teori
dan menjadikan terapis sebagai kegiatan sekunder, Rogers merupakan terapis yang
sempurna, namun tidak terlalu menyukai teori. Rogers lebih tertarik untuk
membantu orang lain daripada mencari tahu mengapa mereka melakukan suatu
perilaku. Ia akan lebih bertanya mengenai "bagaimana saya dapat membantu
orang ini untuk tumbuh dan berekembang?" daripada memikirkan tentang
pertanyaan "apa yang menyebabkan orang ini berkembang seperti dengan cara
seperti ini?".
Seperti kebanyakan pakar teori kepribadian, Rogers membangun teorinya berdasarkan landasan yang diperolehnya sebagai terapis. Tidak seperti sebagian besar pakar teori lainnya, Rogers secara berkesinambungan melakukan penelitian empiris untuk mendukung teori perkembangannya maupun pendekatan terapinya. Mungkin lebih dari para pakar teori terapis lainnya, Rogers menunjukkan keseimbangan antara pemikiran yang tidak kaku dan studi yang rasional yang dapat memperluas pengetahuan tentang bagaimana manusia merasa dan berpikir.
Selama tahun 1950-an yang merupakan titik tengah karirnya, Rogers diminta untuk menulis tentang apa yang kelak akan disebut dengan teori kepribadian "yang berpusat pada pribadi".
Pada tahun-tahun awal sekitar tahun 1940-an, pendekatan yang dilakukan Rogers dikenal sebagai nondirective, istilah tidak menyenangkan yang diasosiasikan dengan namanya dalam waktu yang cukup lama. Kemudian, pendekatan tersebut memakai beragam istilah, antara lain pendekatan yang berpusat pada klien (client-centered), yang berpusat pada pribadi (person-centered), yang berpusat pada siswa (student-centered), yang berpusat pada kelompok (group-centered), dan person-to-person. Namun, yang digunakan adalah penamaan yang berpusat pada klien untuk merujuk terapi Rogers dan istilah yang lebih luas, yaitu person-centered untuk merujuk pada teori kepribadian Rogers.
Seperti kebanyakan pakar teori kepribadian, Rogers membangun teorinya berdasarkan landasan yang diperolehnya sebagai terapis. Tidak seperti sebagian besar pakar teori lainnya, Rogers secara berkesinambungan melakukan penelitian empiris untuk mendukung teori perkembangannya maupun pendekatan terapinya. Mungkin lebih dari para pakar teori terapis lainnya, Rogers menunjukkan keseimbangan antara pemikiran yang tidak kaku dan studi yang rasional yang dapat memperluas pengetahuan tentang bagaimana manusia merasa dan berpikir.
Selama tahun 1950-an yang merupakan titik tengah karirnya, Rogers diminta untuk menulis tentang apa yang kelak akan disebut dengan teori kepribadian "yang berpusat pada pribadi".
Pada tahun-tahun awal sekitar tahun 1940-an, pendekatan yang dilakukan Rogers dikenal sebagai nondirective, istilah tidak menyenangkan yang diasosiasikan dengan namanya dalam waktu yang cukup lama. Kemudian, pendekatan tersebut memakai beragam istilah, antara lain pendekatan yang berpusat pada klien (client-centered), yang berpusat pada pribadi (person-centered), yang berpusat pada siswa (student-centered), yang berpusat pada kelompok (group-centered), dan person-to-person. Namun, yang digunakan adalah penamaan yang berpusat pada klien untuk merujuk terapi Rogers dan istilah yang lebih luas, yaitu person-centered untuk merujuk pada teori kepribadian Rogers.
Konsep Dasar Person-Centered Therapy
Pendekatan
person-centered therapy menekankan
pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan
pemecahan masalah dirinya. Terapi ini berfokus pada bagaimana membantu dan
mengarahkan klien pada pengaktualisasian diri untuk dapat mengatasi permasalahannya
dan mencapai kebahagiaan. Konsep dasar dari terapi ini adalah hal-hal yang
menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self)
dan aktualisasi diri.
Menurut Rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai "aku" (I) atau "diriku" (me). Kemudian, bayi secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri saat mereka belajar apa yang terasa baik dan terasa buruk, apa yang terasa menyenangkan dan tidak menyenangkan. Selanjutnya, mereka mulai untuk mengevaluasi pengalaman mereka sebagai pengalaman positif dan negatif, menggunakan kecenderungan aktualisasi sebagai kriteria.
Saat bayi telah membangun struktur diri yang mendasar, kecenderungan mereka untuk aktualisasi mulai berkembang. Aktualisasi diri merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan kecenderungan itu sendiri. Secara singkat, aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri sebagaimana yang dirasakan dalam kesadaran. Rogers mengajukan dua subsistem, yaitu konsep diri (self-concept) dan diri ideal (ideal-self).
Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individu tersebut. Konsep diri tidak identik dengan diri organismik. Bagian-bagian diri organismik berada di luar kesadaran seseorang atau tidak dimiliki oleh orang tersebut.
Saat manusia sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam menerima perubahan dan pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri mereka biasanya disangkal atau hanya diterima dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah.
Diri Ideal
Menurut Rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai "aku" (I) atau "diriku" (me). Kemudian, bayi secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri saat mereka belajar apa yang terasa baik dan terasa buruk, apa yang terasa menyenangkan dan tidak menyenangkan. Selanjutnya, mereka mulai untuk mengevaluasi pengalaman mereka sebagai pengalaman positif dan negatif, menggunakan kecenderungan aktualisasi sebagai kriteria.
Saat bayi telah membangun struktur diri yang mendasar, kecenderungan mereka untuk aktualisasi mulai berkembang. Aktualisasi diri merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan kecenderungan itu sendiri. Secara singkat, aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri sebagaimana yang dirasakan dalam kesadaran. Rogers mengajukan dua subsistem, yaitu konsep diri (self-concept) dan diri ideal (ideal-self).
Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari oleh individu tersebut. Konsep diri tidak identik dengan diri organismik. Bagian-bagian diri organismik berada di luar kesadaran seseorang atau tidak dimiliki oleh orang tersebut.
Saat manusia sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam menerima perubahan dan pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri mereka biasanya disangkal atau hanya diterima dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah.
Diri Ideal
Diri ideal
didefinisikan sebagai pandangan seseorang atas diri sebagaimana yang
diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut, biasanya yang positif, yang
ingin dimiliki oleh seseorang. Perbedaan yang besar antara diri ideal dengan
konsep diri mengindikasikan inkongruensi dan merupakan kepribadian yang tidak sehat.
Individu yang sehat secara psikologis akan mellihat sedikit perbedaan antara
konsep dirinya dengan apa yang mereka inginkan secara ideal.
Unsur-Unsur Person-Centered Therapy
1. Munculnya Gangguan
Hambatan atas
pertumbuhan psikologis terjadi saat seseorang mengalami penghargaan
bersyarat, inkongruensi, sikap defensif, dan disorganisasi.
Penghargaan bersyarat
dapat berakibat pada kerentanan, kecemasan, dan ancaman serta menghambat
manusia dari merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Inkongruensi
berkembang saat diri orgasmik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri
organismik dan diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenedrung menjadi
defensif serta menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk
mengurangi inkongruensi. Manusia yang mengalami disorganisasi saat distorsi dan
penyangkalan tidak cukup untuk menahan inkongruensi. Orang-orang yang cenderung
tidak menyadari inkongruensi mereka, memungkinkan untuk merasa lebih cemas,
terancam, dan defensif.
2. Tujuan Terapi
Rogers
(1980) memberikan penjelasan sesuai dengan logika bahwa ketika seseorang
merasakan sendiri bahwa mereka dihargai dan diterima tanpa syarat, mereka
menyadari bahwa mungkin untuk pertama kalinya mereka dapat dicintai. Sehingga,
tujuan dari person-centered therapy adalah
untuk membuat klien/pribadi seseorang dapat menghargai dan menerima diri mereka
sendiri dan untuk mempunyai penerimaan positif yang tidak bersyarat terhadap
diri mereka.
3. Peran Terapis
Dalam pandangan Rogers,
konselor lebih banyak berperan sebagai partner klien dalam memecahkan
masalahnya. Dalam hubungan konseling, konselor ini lebih banyak memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan segala permasalahan, perasaan dan
persepsinya, dan konselor merefleksikan segala yang diungkapkan oleh klien.
Agar peran ini dapat
dipertahankan dan tujuan dapat dicapai, maka konselor perlu menciptakan iklim
atau kondisi yang mampu menumbuhkan hubungan konseling.
Selain peranan diatas,
peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan
yang pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan
cara menciptakan hubungan konseling yang hangat. Dalam suasana yang demikian,
konselor merupakan agen pembangunan yang mendorong terjadinya perubahan pada diri
klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses
perubahan tersebut.
TEKNIK-TEKNIK PERSON-CENTERED THERAPY
Secara garis besar,
teknik-teknik dalam person-centered
therapy adalah:
1. Konselor menciptakan
suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi
2. Konselor menjadi
seorang pendengar yang sabar dan peka serta dapat meyakinkan klien bahwa dia
diterima dan dipahami
3. Konselor
memungkinkan klien untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih
memahami diri sendiri, dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri
sendiri dan perilakunya.
https://hestuningikrarini.wordpress.com/2015/04/23/artikel-6-person-centered-therapy-konsep-dasar-unsur-teknik-carl-rogers/
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius
http://megakinantiputri.blogspot.com/2014_04_01_archive.html
http://nurfadiyah.blogspot.co.id/2016/04/teknik-terapi-humanistik.html
http://bk11unmul.blogspot.co.id/2012/11/makalah-teori-humanistik.html
http://anggindee.blogspot.co.id/2016/04/tenik-teknik-terapi-humanistik.html
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius
http://megakinantiputri.blogspot.com/2014_04_01_archive.html
http://nurfadiyah.blogspot.co.id/2016/04/teknik-terapi-humanistik.html
http://bk11unmul.blogspot.co.id/2012/11/makalah-teori-humanistik.html
http://anggindee.blogspot.co.id/2016/04/tenik-teknik-terapi-humanistik.html
Komentar
Posting Komentar