PANDANGAN
HUMANISTIK
(Gordon Willard Allport
& Carl Rogers)
Nama Anggota:
Ø Brenda
Amelia Panggabean
Ø Deanysa
Buggy Asih
Ø Diah
Ayu Romadhoni
Ø Diena
Islamiati Hanifah
Ø Elfa
InkabaturiaCiptanti
Ø Eva
Rosalina Christy
Ø Farah
Fuzyah Putri
Ø Juliana
Agnes
Ø Karlina
Septiyani
Ø Khansa
Larissa Desideria
Ø Melysa
Kelas: 2PA18
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
ALLPORT
Kepribadian
menurut Allport adalah pengorganisasian dinamis dalam diri individu dimana
sistem psikofisiknya menentukan perilaku dan pikirannya.
Ciri pribadi yang sehat
menurut Alport :
Pertama,
pribadi yang sehat secara psikologis dicirikan oleh sikap proaktif, yaitu tidak
hanya bereaksi seacara eksternal, tetapi juga sanggup bertindak dengan sadar
terhadap lingkungannya dengan cara-cara baru dan inovatif, sehingga lingkungan
pun bereaksi kepada mereka juga.
Kedua,
kepribadian yang sehat lebih termotivasikan oleh proses-proses sadar
ketimbang pribadi yang terdistorsi, menjadikan mereka lebih fleksibel dan
mandiri ketimbang pribadi sehat yang masih terus didominasi oleh motif-motif
bawah sadar yang muncul dari pengalaman masa kanak-kanak.
Allport
mengidentifikasikan enam kriteria bagi kepribadian yang sehat:
Pertama,
adalah perluasan konsep diri. Pribadi yang sehat terus berusaha mengidentifikasikan
dan berparisipasi dalam peristiwa-peristiwa di luar diri mereka. Mereka tidak
berpusat pada diri mereka sendiri, melainkan sanggup menyelami masalah dan
aktivitas-aktivitas di luar dirinya.
Kedua,
pribadi yang sehat dicirikan oleh “hubungan hangat dirinya dengan orang lain”.
Mereka memiliki kemampuan untuk mencintai orang lain dengan cara yang intim dan
penuh kasih. Individu yang sehat secara psikologis memperlakukan orang lain
dengan penuh penghargaan dan mereka menyadari bahwa kebutuhan, hasrat, dan
harapan orang lain tidaklah berbeda dari yang mereka miliki.
Ketiga,
adalah rasa aman emosional dan penerimaan diri. Individu yang sehat menerima
diri apa adanya dan memiliki apa yang disebut Allport muatan emotif. Pribadi
yang sehat psikologisnya tidak begitu jengkel jika terdapat hal-hal yang tidak
berjalan seperti yang direncanakan atau ketika mereka mengalami hal buruk.
Demikian juga mereka senantiasa tidak merasa terluka karena sadar bahwa rasa
frustasi dan tidak nyaman adalah bagian dari hidup itu sendiri.
Keempat,
pribadi yang sehat secara psikologis memiliki persepsi yang realistis tentang
lingkungan sekitarnya. Mereka tidak hidup di dunia fantasia tau memaksakan
realitas agar cocok dengan keinginannya. Mereka lebih berorientasi pada masalah
daripada rasa egoismenya.
Kelima,
adalah insight (kedalaman
wawasan) dan humor. Pribadi sehat
mengenal dirinya sehingga tidak perlu melimpahkan kesalahan dan kelemahan
mereka kepada orang lain. Mereka juga memiliki rasa humor yang tidak sinis,
yang memberikan kemampuan untuk menertawakan diri sendiri daripada hanya
mengandalkan tema-tema seksual atau agresivitas untuk memunculkan tawa dari
orang lain.
Keenam,
adalah memiliki filsafat hidup yang menyatukan. Pribadi yang sehat memiliki
konsep yang jelas tentang tujuan hidup. Tanpa ini, wawasan mereka akan terasa
seperti kosong dan tandus, dan humor mereka akan merosot menajdi sinis dan
picisan. Filsafat hidup yang menyatukan bisa berupa konsep agama. Pribadi
dengan sikap religious yang sehat dan filsafah hidup yang menyatukan memiliki
suara hati yang berkembang dengan baik dan memiliki hasrat kuat untuk melayani
orang lain.
TAYANGAN
TENTANG PANDANGAN HUMANISTIK (ALLPORT)
Link:
https://youtu.be/TerbKlq98aQ
ROGERS
Teori Person-Centered
Meskipun konsep kemanusian Rogers pada dasarnya tidak berubah sejak
awal 1940-an sampai meninggal pada 1987,Tetapi teorinya sudah mengalami
beberapa prubahan nama. Selama tahun awal pendekatanya disebut “non-direktif”
istilah yang tidak begitu keren yang terus di asosiasikan dengan namanya untuk
waktu yang cukup lama. Kemudian nama mulai di ganti menjadi
“clicnt-centered”,”person-centered”,dan “ person to person”. Dari semua teori
,teori person-centered Rogers yang paling mendekati standar ini. Salah satu
contoh konstruksi jika-maka adalah Jika kondisi tertentu hadir , maka suatu
proses meski akan terjadi ; jika proses semamca ini muncul,maka hasil-hasil
tertentu bisa kita prediksi .Contoh yang lebih spesifik dapat ditemkan dalam
terapi : Jika terapis kongruen dan mampu mengomunikasikan anggapan positif
tanpa syarat dan empati yag akurat kepada klien,maka perubahan dalam terapi
akan terjadi,jika prubahan dalam terapi terjadi,maka klien akan mengalami
penerimaan dari lebih besarmpercaya diri lebih besar dan seterusnya. ( Kita
akan mendiskusikan kongruensi anggapan positif tanpa-syarat,dan empati akurat
lebih lengakap di bagian Psikoterapi ) .
Asumsi-Asumsi Dasar
Asumsi dasar teori Person-centered Rogers merumuskan dua Asumsi besar
kecenderungan formatif dan kecenderungan mengaktualisasi .
Kecenderungan Formatif
Rogers menyebut proses ini kecenderungan formatif (formatif tendency)
dan mengambil banyak contoh dari alam .Contohnya galaksi bintang-bintang yang
kompleks terbentuk dari massa yang awalnya kurang begitu terorganisasikan
;kristal-kristal seperti butiran salju muncul dari uap yang tidak berbentuk ; organisme
yang kompleks berkembang dari satu sel tunggal; dan kesadaran manusia berkembang
dari awal bawah sadar primitif menjadi alam sadar yang sangat terorganisasikan
.
Kecenderungan-Mengaktualisasi
Kebutuhan ini mencakup kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makanan dan
rasa aman,namun kebutuhan itu juga mencakup kecenderungan untuk melawan
perubahan. Meskipun manusia memiliki hasrat kuat untuk memelihara status quo
namun, mereka bersedia untuk belajar dan berubah. Kebutuhan ini menjadi lebih
besar,berkembang dan mencapai pertumbuhan optimal yang disebut Rogers
Perkembangan,kebutuhan untuk belajar hal-hal yang tidak segera mendapatkan
penghargaan .Kebutuhan perkembangan ini terekspresikan dalam beragam bentuk
,seperti rasa ingin tau,kesukaan bermain eksploras diri persahabatan dan
keyakinan bahwa seseorang dapat mencapai pertumbuhan psikologis. Pribadi miliki
dalam dirinya daya kreatif untuk memecahkan maslah,mengubah konsep diri
mereka,dan menjadi semakin terarah-pada-diri-sendiri ( self-directed).
Individu-individu realitas,dan mereka tahu realitas tertentu kebih baik dari
realitas lain.
Ketidakkongruenan (incongruency)
Organisme dan diri
merupakan dua entitas terpisah yang dapat kongruen satu sama lain atau tidak.
Kecenderungan- mengaktualisasi mengacu pada kecenderungan organisme untuk
bergerak menuju pemenuhan, sedangkan aktualisasi-diri adalah hasrat untuk
mencapai pemenuhan diri yang dipahami. Dua kecenderungan ini terkadang juga
bisa bergantian posisi satu sama lai.
Ketidakseimbangan
psikologis dimulai saat kita gagal untuk menyadari pengalaman-pengalaman
keorganisme-an kita sebagai pengalaman diri : jika kita tidak menyimbolkan
secara akurat pengalaman penghayatan organsmik tersebut menjadi kesadaran
karena mereka akan tampak tidak konsisten dengan konsep-diri kita.
Ketidakkongruenan antara konsep-diri dan penghayatan organismic adalah sumber
gangguan psikolgis.
Kerapuhan. Rongers
(1959) percaya bahwa manusia menjadi rapuh (vulnerable) saat mereka tidak
menyadari cacat antara diri organismic dan pengalaman mereka yang signifikan.
Karena kurang menyadari ketidakkongruenan ini, pribadi yang rapuh sering kali
bersikap dengan cara-cara yang tidak komprehensif bukan hanya terhadap orang
lain tetapi juga terhadap dirinya sendiri.
Kecemasan
dan Ancaman. Rongers (1959, hlm, 204) mendefinisikan kecemasan sebagai “kondisi
tidak nyaman atau ketegangan yang penyababnya tidak diketahui”. Kecemasan dan
ancaman dapat dorong kita melangkah maju menuju kesehatan psikologis karena
memberi sinyal pada kita bahwa penghayatan organismic sudah tidak lagi
konsisten dengan konsep-diri kita. Namun begitu, keduanya bukan perasaan yang
menyenangkan atau nyaman.
Pertahanan Diri
Kita memahami pengalaman dalam kesadaran namun gagal memahami makna
yang sesungguhnya.Sementara penyangkalan
(denial) adalah penolakan untuk
memahami pengalaman dalam kesadaran kita, atau minimal menjauhkan beberapa
aspeknya mencapai simbiolis. Menurut Rogers (1959) baik distorsi maupun
penyangkalan melayani tujuan yang sama- mereka mempertahankan presepsi kita
tentang penghayatan organismik yang konsisten dengan konsep diri, mengizinkan
kita mengabaikan atau menghalangi pengalaman yang dapat menyebabkan rasa cemas
atau ancaman yang tidak menyenangkan.
Disorganisasi (Disorganization)
Kebanyakn orang terlibat dalam prilaku defensif namun kadang-kadang
pertahanan diri ini gagal dan perilaku pun menjadi tidak lagi terorganisasikan,
atau psikotik. Tetapi kenapa pertahanan diri bisa gagal?
Untuk menjawabnya,kita harus melacaknya dari prilaku tidak
terorganisasikan yang memiliki asal usul sama dengan prilaku defensif normal,
yaitu ketidakkongruenan penghayatan organismik dan konsep diri. Disorganisasi dapat muncul tiba-tiba,
atau ber-lama. Ironisnya banyak priubadi rapuh terhadap disorganisasi prilaku
ini selama terapi.Dalam kondisi disorganisasi ini, orang kadang bersikap
konsisten dengan penghayatan organismik mereka dan kadang bersesuaian dengan
konsep diri yang mereka lindungi.Contoh kasus adalah seorang perempuan yang
awalnya sopan dan dapat mengendalikan diri dengan tepat,tiba-tiba mulai
menggunakan kosakata yang jelas-jelas bernada seks dan kasar.
Psikoterapi
Terapi client – centered mudah
di ucapkan namun sulit di praktikkan.Singkatnya, pendekatan client-centered ingin agar pribadi yang
rapuh atau cemas dapat tumbuh sehat secara psikologis, tetapi mereka harus
menjalin kontak dengan terapis yang kongruen dan yang memahami terapis sebagai
penyedia atmosfer penerimaan tanpa syarat dan empati akurat.
Proses
Tahap – Tahap Perubahan Terapi
Jika
kondisi kongruensi terapis, anggapan positif tanpa syarat dan mendengarkan
secara empatik sudah muncul, maka proses perubahan terapis siap dilakukan.
Proses
perubahan kepribadian yang konstruktif dapat diletakkan dalam sebuah kontinum
dari sikap yang paling defensif sampai yang paling terintegrasi. Rogers (1961)
membagi kontinum ini menjadi tujuh tahap :
1. Tahap
1 Ã
Dicirikan oleh ketidakrelaan klien untuk mengomunikasikan apapun tentang
dirinya. Pribadi di tahapan ini biasanya tidak mencari bantuan namun, jika
untuk beberapa alas an mereka datang ke terapi, biasanya mereka sangat rigid
dan resisten terhadap perubahan. Mereka tidak mengakui adanya masalah yang
menimpanya dan menolak untuk mengungkapkan perasaan atau emosinya.
2. Tahap
2 Ã Klien menjadi
agak kurang ketat. Mereka mulai membahas peristiwa – peristiwa eksternal dan
orang lain, tetapi masih tidak mengakui atau gagal memahami perasaan – perasaan
mereka sendiri. Namun mereka sudah mulai dapat membahas tentang perasaan –
perasaan pribadi seolah-olah perasaan itu fenomena objektif.
3. Tahap
3 Ã Klien menjadi
lebih bebas untuk membicarakan diri mereka, meskipun masih sebagai objek. Klien
membicarakan perasaan dan emosinya dengan menggunakan model kalimat past tense
atau future tense, menghindari pembicaraan perasaan dan emosinya saat ini.
4. Tahap
4 Ã
Klien mulai membicarakan perasaan lebih dalam namun tidak satupun mengenai yang
dirasakan sekarang. Saat klien mengekspresikan perasaan – perasaan saat ini,
mereka biasanya terkejut dengan ungkapan ini. Mereka mungkin menyangkal atau
mendistorsi pengalaman – pengalaman, meskipun memiliki juga beberapa kesadaran
samar – samar bahwa mereka sanggup merasakan emosi di masa kini. Mereka
menerima lebih banyak kebebasan dan tanggung jawab dari yang sudah mereka
lakukan di tahap 3 dan mulai mengizinkan secara tentatif untuk terlibat dalam
hubungan dengan terapis.
5. Tahap
5 Ã
Klien sudah mulai menjalani perubahan dan pertumbuhan yang signifikan. Merka
dapat mengekspresikan perasaan – perasaan saat ini. Mereka mulai mengandalkan
lokus internal evaluasi bagi perasaan mereka dan melakukan penemuan yang segar
dan baru tentang diri mereka sendiri. Mereka juga mengalami pembedaan lebih besar
perasaan – peraan dan mengembangkan apresiasi yang lebih besar bagi nuansa –
nuansa diantara mereka. Selain itu, mereka mulai membuat keputusan – keputusan
mereka sendiri dan menerima tanggung jawab bagi pilihan – pilihan mereka.
6. Tahap
6 Ã
Klien mengalami pertumbuhan dramatis dan pergerakan yang tidak dapat dibalikkan
lagi, menjadi berfungsi atau mengaktualisasikan diri sepenuhnya. Mereka
mengizinkan pengalaman – pengalaman yang sebelumnya disangkal atau didistorsi
masuk ke dalam kesadaran yang bebas. Mereka mulai memiliki rasa perhatian dan
sayang yang sejati bagi diri baru yang sudah terbentuk saat ini. Klien dapat
mengalami seluruh diri-organismik mereka, seperti mengendurnya urat saraf,
mengalirnya air mata, perbaikan sirkulasi darah, dan kehilangan simtim – simtom
fisik.
7. Tahap
7 Ã
dapat terjadi diluar pertemuan terapi kerena pertumbuhan di tahap 6 sudah tidak
bisa dibalikkan lagi. Mereka sanggup menggeneralisasikan pengalaman –
pengalaman terapi ke dunia luar terapi. Mereka mengalami keyakinan untuk
menjadi diri sendiri di semua waktu, untuk memiliki, dan merasakan secara
mendalam totalitas penglaman mereka, dan untuk menghidupkan pengalaman –
pengalaman termasuk di masa kini.
Kondisi
kondisi
Rogers (1959)
merumuskan bahwa agar pertumbuhan terapi bisa terjadi, kondisi kondisi tersebut
harus cukup.
Pertama, seorang klien
yang cemas atau rapuh harus menjalanin kontak terapi pada yang memiliki empati
dan tanggapan yang positif
Kedua, klien harus mengetahui
bahwa ciri ini dimiliki oleh calon terapi
Ketiga, kontak antara
terapi dan klien harus terjadi berdurasi
Signitifikasi hipotesis
rogers ini sangat revolusionar. Dihampir setiap terapi dari yang pertama sampai
yang ketiga klien dan pasien termotivasi oleh sejumlah tegangan saat mencari
pertolongan dan hubungan antara klien dan terapi berlangsung dalam periode
tertentu.
Meskipun ketiga kondisi
ini dibutuhkan secara psikologis Rogers yakin bahwa kongruensi lebih mendasar
ketimbangan anggapan positif tanpa syarat atau mendengarkan secara empatik.
Kongruensi adalah
kualitas kualitas umum yang harus dimiliki oleh sang terapis.
Kongruensi
konselor
Kondisi pertama yang
dibutuhkan dan cukup bagi sang terapis adalah seorang terapis yang kongruensi.
Kongruensi muncul ketika penghayatan organismik seseorang cocok dengan
sesadaran akan pengalaman pengalaman tersebut, dan juga cocok untuk kemampuan
dan kesediaan untuk mengekspresikan secara terbuka perasaan perasaa tersebut.
Terapis yang kongruensi
juga tidak stasis. Seperti anyak orang pada umumnya. Mereka secara konstan
terbuka kepada pengalaman.
Didalam kongruensi juga
melibatkan 3 faktor yaitu :
1.
Perasaaan
2.
Kesadaran
3.
Ekspresi
Maka ketidak
konguruensi dapat muncul dari ketiga titik yang membedakan :
Pertama, dia dapat
muncul karena terputus hubungan antara perasaan dan kesadaran
Kedua, ketidak
kongruensi adalah pertentangan antara kesadaran terhadapan pengalaman dan
kemampuan.
Angagapan
positif tanpa syarat
Anggapan positif adalah
kebutuhan untuk menjadi disukai diterima, dan dihargai oleh orang lain. Jika
kebutuhan ini dipenuhi tanpa persyaratan atau kualifikasi apapun maka anggapan
positif tanpa syarat akan muncul.
Terapis memiliki
anggapan positif tanpa syarat apabila mereka mengelami sikap positif, hangat,
merasa dihargai dan penerimaan.
Seorang terapis dengan
anggapan tanpa syarat terhadap klien akan menunjukkan kehangatan yang tidak
posesif dan penerimaan terhadap pribadi klien yang apa adanya, sebuah sikap
yang boleh dibuat buat.
Anggapan positif tanpa
syarat berarti trapis menerima dan menghargai klien tanpa ketentuan atau
persyaratan apa pun, bahkan tidak mengindahkan perilaku pasien yang ekstrem
selama sesi terapi berlangsung.
Meskipun anggapan
postif tanpa syarat merupakan istilah yang agak menajubkan namun masing masing
dari ketiga kata ini memiliki proporsi yang penting. “anggapan” beraarti
memiliki hubungan yang dekat “positif” berarti perasaan hangat dan menerim apa
adanya dan “syarat” anggapanpositif ini tidak lagi bergantung pada tindakan tertentu
klien yang bergantung pada tindakan klien yang harus terus menerus
diupayakannya.
Mendengarkan secara empati ..
isi ketiga yang di butuhkan dan cukup bagi
pertumbuhan psikologis adalah mendengarkan secara empatik (empathic listening).
Empati muncul saat terapis secara akurat merasakan perasaan perasaan klien dan
sanggup mengkomunikasikan presepsi presepsi ini sehingga klien tahu bahwa orang
lain sudah memasuki dunia perasaan mereka tanpa prasangka, proyeksi ataupun
penghakiman. Bagi Rogers (1980, helm 142) empati berarti tinggal sementara
waktu dalam kehidupan orang lain, menggerakkannya secara halus tanpa harus melakukan
penghakiman. Empati bukanlah
interpretasi terhadap pengertian yang dimaknai pasien atau menyingkapkan
perasaan perasan tak sadar mereka, karena prosedur prosedur ini mengandung
kerangka acuan eksternal dan akan di rasakan sebagai sebuah ancaman oleh klien.
TAYANGAN
TENTANG PANDANGAN HUMANISTIK (ROGERS)
SUMBER: Diringkas
dari buku Theories Of Personality (Jess Feist & Gregory J. Feist) Edisi
Keenam.
Komentar
Posting Komentar